
LUBUKLINGGAU, Suara Perubahan.Online — Dugaan praktik monopoli dan pembagian proyek yang tidak transparan kembali mencuat di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau. Kali ini, proyek pengadaan kursi dan meja siswa tahun anggaran 2024 senilai miliaran rupiah disinyalir menjadi ajang bancakan oleh oknum tertentu di internal dinas.(6/10)
Menurut salah satu narasumber internal yang meminta namanya dirahasiakan, seluruh paket tersebut diduga diarahkan kepada satu pihak berinisial JK, yang disebut-sebut memproduksi sendiri meja dan kursi di wilayah Lubuklinggau.
“Setahu saya paket-paket itu diarahkan ke satu orang saja. Proses pengadaannya tertutup, seolah-olah formal lewat e-katalog, tapi kenyataannya sudah diatur,” ungkap sumber tersebut kepada wartawan.
Secara administratif, proyek-proyek tersebut tercatat menggunakan mekanisme e-katalog lokal, sistem yang seharusnya memastikan keterbukaan dan efisiensi harga. Namun, berdasarkan pantauan, indikasi pengaturan vendor dan penyeragaman spesifikasi menjadi sinyal kuat adanya penyalahgunaan sistem tersebut.
Setiap paket senilai tepat di bawah Rp200 juta mengindikasikan adanya pola pembatasan nilai agar terhindar dari proses tender terbuka dan cukup dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung atau pembelian e-katalog.
Padahal menurut Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mekanisme tersebut hanya dapat digunakan bila penyedia terdaftar resmi dan proses pemilihan dilakukan tanpa intervensi atau pengaturan tertentu.
Berdasarkan data di SIRUP, berikut sebagian dari daftar proyek tersebut:
• SDN 4 Kota Lubuklinggau – Rp199.950.000
• SDN 7 Kota Lubuklinggau – Rp199.950.000
• SDN 25 Kota Lubuklinggau – Rp199.950.000
• SDN 34 Kota Lubuklinggau – Rp199.950.000
• SDN 55 Kota Lubuklinggau – Rp199.950.000
• SDN 73 Kota Lubuklinggau – Rp199.950.000
• SDN 82 Kota Lubuklinggau – Rp199.950.000
• SMPN 1 – Rp199.950.000
• SMPN 2 – Rp199.950.000
• SMPN 3 – Rp199.950.000
... dan seterusnya hingga total 22 paket.
Polanya seragam: nilai sama, jenis barang sama, dan diduga satu penyedia.
Pengamat kebijakan publik bumi silampari, Niko Doni Swarditya menilai pola seperti ini kerap digunakan untuk memecah proyek besar menjadi beberapa paket kecil agar lolos dari mekanisme tender terbuka.
“Kalau satu orang atau satu kelompok menguasai semua paket e-katalog yang sama, itu sudah bisa disebut indikasi monopoli. Selain itu, nilai Rp199.950.000 sangat mencurigakan karena selalu di bawah ambang batas tender,” ujar aktivis berwajah seram ini.
Selain itu, penggunaan produksi lokal tanpa uji kualitas dan kesesuaian standar nasional (SNI) juga berpotensi merugikan negara karena barang yang dihasilkan belum tentu memenuhi spesifikasi teknis pendidikan.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, untuk mencari kebenaran tersebu awak media mencoba mengubungi Anton Sulistio, SE, selaku Kabid Dikdas Dinas Pendidikan Kota Lubuklinggau, bahwa dirinya tidak mengetahui daftar tersebut nanti saya tanyakan ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau silakan hubungi Ical selaku PPTK .
"Saya tida hafal nanti saya tanyakan dulu dengan PPK CV siapa atau hubungi Ical "tegasnya.
Dari dugaan Monopoli tersebut Publik berharap pihak Inspektorat Daerah dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera melakukan audit investigatif terhadap proyek ini, untuk memastikan apakah terdapat praktik pengaturan proyek, penyalahgunaan wewenang, atau bahkan potensi kerugian keuangan negara.
Skema pengadaan dengan nilai seragam dan penyedia tunggal kerap menjadi celah korupsi yang tersembunyi di balik sistem e-katalog. Mekanisme digital seharusnya menciptakan efisiensi dan transparansi, bukan justru menjadi “tameng” praktik pembagian proyek untuk kepentingan pribadi.(rls)